Cerita Pendek: Pengertian, Struktur, Unsur, dan Contoh Cerpen

Cerita Pendek: Pengertian, Struktur, Unsur, dan Contoh Cerpen

  • Cerpen, atau cerita pendek, adalah salah satu jenis karya sastra yang disusun dalam bentuk prosa fiktif.
  • Ccerita pendek terdiri kurang dari 10.000 kata. Cerpen biasanya memberikan kesan dominan pada masalah satu atau dua tokoh saja. .

Di dunia sastra, cerpen atau cerita pendek adalah salah satu bentuk yang paling digemari dan sering dijumpai. Cerpen menawarkan pembaca cerita singkat yang penuh makna dalam waktu yang relatif singkat.

Dalam artikel ini, kita akan membahas cerpen secara komprehensif mulai dari pengertian, struktur, unsur, hingga contohnya.

Pengertian Cerpen

Apa itu cerpen? Cerpen, atau cerita pendek, adalah salah satu jenis karya sastra yang disusun dalam bentuk prosa fiktif.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cerpen adalah cerita pendek yang berisi kurang dari 10.000 kata. Cerpen biasanya memberikan kesan dominan pada masalah satu atau dua tokoh saja. .

Cerpen biasanya menggambarkan kejadian yang tidak nyata dan dibentuk berdasarkan imajinasi penulisnya. Cerpen dan novel sering dianggap serupa, namun terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya.

Struktur Cerpen

Untuk menciptakan cerpen yang baik, pemahaman mengenai strukturnya adalah hal yang sangat krusial. Ada beberapa elemen dasar yang perlu diketahui dalam menyusun sebuah cerpen:

1. Abstrak

Abstrak adalah bagian yang menggambarkan keseluruhan isi cerita secara singkat. Pada cerpen, abstrak bersifat opsional dan tidak selalu ada, terutama apabila cerita langsung terfokus pada peristiwa-peristiwa penting.

2. Orientasi

Orientasi memberikan gambaran tentang latar cerita seperti waktu, tempat, suasana, dan pengenalan para tokoh. Bagian ini membantu pembaca memahami konteks cerita.

3. Rangkaian Peristiwa

Bagian ini memuat urutan peristiwa yang membentuk alur cerita. Setiap peristiwa seharusnya terkait satu sama lain sehingga membentuk kesinambungan cerita yang logis dan menarik.

4. Komplikasi

Komplikasi adalah bagian cerita yang memuat konflik atau masalah utama yang dihadapi tokoh. Di sini, karakter utama akan menghadapi situasi sulit atau tantangan yang membangun ketegangan cerita.

5. Resolusi

Resolusi adalah bagian di mana konflik atau masalah yang dihadapi tokoh mulai menemukan titik terang atau solusi. Bagian ini memberikan jawaban atas konflik yang telah dikembangkan dalam cerita.

6. Koda

Koda adalah bagian terakhir dari cerpen yang berisi komentar akhir atau pesan moral dari penulis. Bagian ini memberikan kesimpulan atas keseluruhan cerita yang telah disampaikan.

Unsur-Unsur Cerpen

Sebuah cerita pendek terdiri dari beberapa unsur yang saling terkait untuk membangun cerita. Unsur-unsur ini terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.

Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur yang membentuk cerita dari dalam, yaitu:

  1. Tema
    Tema adalah gagasan utama yang mendasari cerita. Tema ini menjadi landasan yang mengarahkan jalan cerita dan pengembangan tokoh.
  2. Tokoh dan Penokohan
    Tokoh adalah karakter yang menjalani cerita, sedangkan penokohan adalah cara penulis menggambarkan karakter-karakter tersebut. Penokohan dapat mencakup watak, sikap, dan perilaku tokoh.
  3. Latar
    Latar adalah tempat dan waktu terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar ini membantu pembaca memahami konteks cerita dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi tokoh.
  4. Alur
    Alur adalah rangkaian peristiwa yang membentuk jalan cerita. Alur bisa bersifat maju (progresif), mundur (flashback), atau campuran.
  5. Sudut Pandang
    Sudut pandang adalah posisi atau perspektif yang digunakan penulis dalam menceritakan kisah. Sudut pandang dapat berupa sudut pandang orang pertama (“aku”), orang ketiga serba tahu (“dia”), atau orang ketiga terbatas.
  6. Amanat
    Amanat adalah pesan moral atau pelajaran yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca melalui cerita. Amanat bisa tersirat maupun tersurat dalam cerita.

Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur luar yang mempengaruhi cerita, yaitu:

  1. Latar Belakang Masyarakat
    Latar belakang masyarakat di sekitar penulis bisa sangat mempengaruhi cerita yang ditulis. Kondisi sosial, budaya, dan politik dapat memberikan warna tersendiri pada cerpen.
  2. Latar Belakang Pengarang
    Pengalaman pribadi dan latar belakang hidup penulis seringkali mempengaruhi tema, tokoh, dan alur cerita yang ditulis.
  3. Nilai-Nilai yang Terkandung
    Nilai-nilai yang ada dalam cerita seperti nilai moral, keagamaan, atau sosial sering mencerminkan pandangan hidup penulis atau masyarakat sekitarnya.

Ciri-Ciri Cerpen

Cerpen memiliki beberapa ciri yang khas sehingga bisa dibedakan dari bentuk tulisan lainnya. Inilah beberapa ciri penting cerpen:

  1. Cerita Fiktif
    Cerpen adalah cerita yang dibuat berdasarkan imajinasi penulis, meskipun mungkin terinspirasi dari kejadian nyata.
  2. Jumlah Kata Pendek
    Cerpen biasanya tidak lebih dari 10.000 kata dan dapat dibaca dalam sekali duduk.
  3. Keterbatasan Tokoh
    Karena panjangnya yang terbatas, cerpen biasanya hanya memiliki beberapa tokoh utama dan beberapa tokoh pendukung.
  4. Plot yang Singkat
    Cerpen memiliki alur cerita yang sederhana dan fokus pada satu peristiwa atau konflik utama.
  5. Gaya Bahasa yang Padat
    Cerpen ditulis dengan gaya bahasa yang efektif dan padat, menghindari kalimat yang bertele-tele.
  6. Kesan Mendalam
    Meskipun singkat, cerpen sering meninggalkan kesan yang mendalam kepada pembaca karena cerita dan karakter yang kuat.

Jenis-Jenis Cerpen

Cerpen bisa dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan panjang dan jenis ceritanya.

1. Cerpen Kilat

Cerpen kilat adalah cerpen yang isinya sangat pendek, biasanya terdiri antara 300 hingga 750 kata. Jenis cerpen ini memiliki alur yang sangat cepat dan langsung pada konflik utama tanpa banyak pengenalan.

2. Cerpen Drabel

Cerpen drabel adalah jenis cerpen yang hanya terdiri dari 100 kata. Meskipun jumlah katanya sangat terbatas, penulis harus menciptakan cerita yang menarik dan mengesankan.

3. Cerpen Anekdot

Cerpen anekdot adalah cerpen yang berisi cerita lucu atau menggelikan. Meskipun pendek, jenis cerpen ini bertujuan untuk menghibur pembaca dengan humor.

4. Cerpen Fabel

Cerpen fabel adalah cerpen yang tokohnya adalah hewan yang berperilaku seperti manusia. Cerpen fabel sering mengandung pesan moral yang disampaikan melalui cerita para hewan.

5. Cerpen Panjang

Cerpen panjang adalah cerpen yang terdiri dari 5.000 hingga 10.000 kata. Jenis cerpen ini memiliki alur yang lebih panjang dan mendalam dibandingkan jenis cerpen lainnya.

Fungsi Cerpen

Cerpen tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga memiliki fungsi-fungsi penting lainnya dalam sastra dan pembelajaran. Berikut adalah beberapa fungsi dari cerpen:

1. Fungsi Rekreatif

Cerpen berfungsi untuk memberikan hiburan dan kesenangan bagi pembaca. Cerpen yang menarik dapat membuat pembaca terlibat emosional dan merasa terhibur.

2. Fungsi Estetis

Cerpen sebagai karya sastra juga mengandung nilai keindahan yang dapat dinikmati oleh pembaca. Pilihan kata, gaya bahasa, dan struktur cerita semuanya berkontribusi pada nilai estetis cerpen.

3. Fungsi Moralitas

Cerpen sering mengandung pesan moral yang dapat menjadi pelajaran bagi pembaca. Melalui cerita, penulis dapat menyampaikan pandangan moral atau hal-hal yang baik dan buruk kepada pembaca.

4. Fungsi Didaktif

Cerpen dapat digunakan sebagai alat pendidikan untuk mengajarkan nilai-nilai tertentu kepada pembaca. Cerpen yang baik dapat mengarahkan pembaca pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.

5. Fungsi Religiusitas

Beberapa cerita pendek mengandung nilai-nilai religius yang bisa dijadikan teladan bagi pembaca. Cerita pendek seperti ini seringkali mengajarkan ajaran agama atau spiritualitas melalui cerita.

Contoh Cerpen dan Analisisnya

Untuk memahami struktur dan unsur cerita pendek dengan lebih baik, mari kita lihat contoh cerpen berikut ini dan analisis strukturnya.

Contoh Cerita Pendek: “Tikus dan Manusia” (Karangan Jakob Sumardjo)

cerita pendek Contoh cerpen: "Tikus dan Manusia

Tidak ada yang tahu persis bagaimana tikus itu bisa memasuki rumah kami. Itu tetap menjadi sebuah misteri besar. Tikus berpikir dengan cara tikus dan manusia berpikir dengan cara manusia. Hanya manusia-tikus yang mungkin bisa memecahkan misteri ini. Semua lubang yang ada dalam rumah kami tutup rapat (setidaknya sepanjang yang kami temukan), namun tikus itu tetap masuk. Rumah kami dikelilingi oleh kebun kosong yang luas milik tetangga. Kami menduga bahwa itu adalah tikus kebun. Tubuhnya cukup besar dan bulunya hitam legam.

Pertama kali kami menyadari keberadaan penghuni rumah yang tak diundang, dan tak kami inginkan, ketika saya tengah menonton film. Tiba-tiba kaki saya terhantam oleh benda dingin yang meluncur ke arah televisi, dan saya melihat tikus hitam besar itu berlari kencang bersembunyi di balik rak buku. Jantung saya nyaris copot, darah naik ke kepala akibat terkejut, dan otomatis kedua kaki saya angkat ke atas.

Barulah kemudian muncul kemarahan dan dendam saya. Saya mencari semacam tongkat di dapur, dan hanya saya temukan sapu ijuk. Sapu itu saya balik pegangannya dan saya arahkan ke balik rak buku. Tangan saya amat gatal untuk memukul habis tikus itu. Namun, tak saya lihat wujud apapun di sana. Mungkin hewan hitam itu telah masuk ke rak bagian bawah di mana terdapat lubang untuk memasukkan kabel-kabel televisi. Untuk memeriksanya, saya harus mematikan televisi terlebih dahulu. Saya takut kalau tikus keparat itu menyerang saya tiba-tiba.

Untuk sementara, saya biarkan imigran gelap rumah itu selamat.

Saya tidak pernah menceritakan keberadaan tikus itu kepada istri saya yang sangat benci tikus, hingga suatu hari, justru istri saya yang memberitahukan kepada saya adanya tikus tersebut. Berita itu begitu pentingnya, melebihi kegawatan masuknya teroris di kampung kami.

“Pak, rumah kita kemasukan tikus lagi! Besar sekali! Hitam!”

“Di mana Mamah lihat?”

“Di dapur, lari dari rak piring menuju belakang kulkas!” Istri saya cemas luar biasa, menahan napas, sambil mengacung-acungkan pisau dapur ke arah kulkas.

“Sudah satu tahun enggak ada tikus. Rumah sudah bersih. Mengapa tikus masuk rumah kita? Tetangga jauh. Dari mana tikus itu?”

“Itu tikus kebun, Mah,” jawab saya santai sambil mengembalikan buku ke rak.

“Jangan santai-santai saja Pah, cepat lihat kolong kulkas!”

Wah, situasi semakin gawat. Saya memenuhi perintah istri saya dengan menyalakan senter ke bagian kolong kulkas. Tidak ada apa pun. Tikus keparat! Ke mana dia menghilang?

Sejak itu, istri saya amat ketat menjaga kebersihan. Semua piring di rak dibungkus kain, juga tempat sendok. Tudung saji diberatkan dengan ulekan agar tikus tidak bisa menerobos masuk untuk menggasak makanan yang tersisa. Gelas bekas saya minum malam hari harus ditutup rapat. Tempat sampah ditutupi pengki penadah sampah dengan diberatkan batu. Strategi kami adalah menutup semua tempat makanan rapat-rapat sehingga tikus tidak bisa menerobos.

Istri saya memesan lem tikus yang paling andal. Selembar kertas minyak tebal dilumuri lem tikus oleh istri saya dan di tengah-tengah lumuran lem itu ditaruh ampela ayam, bagian makan malam saya. Jebakan lem tikus ditaruh di kaki kulkas. Pada malam itu, ketika istri saya tengah asyik menonton sinetron, istri saya tiba-tiba berteriak memanggil saya yang sedang membaca di kamar kerja, bahwa si tikus terperangkap.

Saya segera menutup buku dan lari ke dapur menyusul istri. Benar, seekor tikus hitam sedang meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari kertas yang berlumur lem itu.

“Mana pukul besi?!” saya panik mencari pukul besi yang entah disimpan di mana di dapur itu.

“Jangan dipukul, Pah!”

“Lalu bagaimana?” saya jawab mendongkol.

“Selimuti dengan kertas koran. Bungkus rapat-rapat. Digulung supaya seluruh lem lengket ke badannya.”

“Lalu diapakan?” saya semakin dongkol.

“Buang di tempat sampah!”

“Aah, mana pukul besi?” Kedongkolan saya memuncak.

“Nanti darahnya ke mana-mana! Bungkus saja rapat-rapat!”

Saya mengalah. Ketika tikus itu akan saya tutupi kertas koran, matanya kuyu penuh ketakutan memandang saya. Ah, persetan! Saya menekan rasa belas kasihan saya. Tikus saya bungkus rapat-rapat, lalu saya buang di tong sampah di depan rumah, sambil tak lupa memenuhi perintah istri saya agar penutupnya diberatkan batu.

Siang harinya sepulang dari mengajar, istri saya terbata-bata memberi tahu saya bahwa tikus itu lepas ketika Pak Man, tukang sampah, menuangkan sampah ke gerobaknya. Cerita Pak Man, ada tikus meloncat dari gerobak sampahnya dan lari ke kebun sebelah dengan terbungkus kertas coklat. Cerita lepasnya tikus ini kemudian diperkuat oleh Bi Nyai, pembantu kami, bahwa dia melihat tikus hitam yang belang-belang kulitnya.

Geram juga saya, dan diam-diam saya membeli dua jebakan tikus. Ketika hendak saya pasang pada malam harinya, istri saya keberatan.

“Darahnya ke mana-mana,” katanya.

“Ah, gampang, urusan saya. Kalau kena lantai, saya akan pel pakai karbol,” jawab saya.

Istri saya mengalah, dan rupanya merasa punya andil bersalah juga. Coba kalau tikus itu dulu saya pukul kepalanya, tentu beres.

Pada waktu subuh istri membangunkan saya.

“Tikusnya kena, Pah!”

Memang benar, seekor tikus hitam terjepit jebakan persis pada lehernya. Darah tidak banyak keluar. Ketika saya amati dari dekat, ternyata bukan tikus kulit belang-gundul tadi.

“Itu bukan tikus yang lepas itu, Mah!”

“Masa?” ia mendekat mengamati.

“Kalau begitu ada tikus lain.”

“Mungkin ini istrinya,” celetuk saya.

Ketika hendak saya lepas dari jebakan, istri saya melarang.

“Buang saja ke tempat sampah dengan jebakannya.”

Rasa tidak aman masih menggantung di rumah kami. Tikus belang itu masih hidup. Dendam kami belum terbalas. Berhari-hari kemudian kami memasang lagi lem tikus, bergantian umpan seperti sate ayam, sate kambing, ikan jambal kesukaan saya, sosis, namun tak pernah berhasil menangkap si belang.

Bi Nyai mengusulkan agar dikasih umpan ayam bakar. Saya membeli sepotong ayam bakar di restoran padang yang paling ramai dikunjungi orang. Sepotong kecil paha ayam itu dipasang istri saya di tengah lumuran lem, sisanya saya jadikan lauk makan malam.

Gagasan Bi Nyai ternyata ampuh. Seekor tikus menggeliat-geliat melepaskan diri dari karton tebal yang dilumuri lem. Tikus itu benar-benar musuh istri saya: di beberapa bagian badannya sudah tidak berbulu. Kasihan juga melihat sorot matanya yang memelas seolah meminta ampun.

“Mah, cepat ambil pukul besinya.”

Istri saya mengambil pukul besi di dapur dan memberikannya pada saya. Ketika hendak saya hantam kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.

“Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga dibungkus koran. Darahnya biar tidak ke mana-mana!”

Saya sangat jengkel kepada istri yang tidak pernah belajar, bahwa tikus yang meronta-ronta itu bisa lepas lagi.

“Cepat sana. Cari koran!” bentak saya jengkel.

“Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam, tetapi cukup tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat. Jika dulu berpengalaman lepas, tentu dia bisa lepas juga sekarang.

Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya dibuang Bi Nyai di tempat sampah.

Beberapa hari kemudian, istri saya mulai kendur ketegangannya. Jika saya lupa menutup kopi, biasanya dia marah-marah jika bekas kopi susu itu dijilati tikus, tetapi sekarang tidak terdengar lagi sewotnya. Begitulah kedamaian rumah kami mulai nampak, hingga suatu pagi istri saya mendengar sayup-sayup bunyi cicit-cicit bayi tikus! Inilah gejala perang Baratayuda yang akan dimulai lagi di rumah kami.

“Harus kita temukan sarangnya! Bayi-bayi tikus itu pasti kelaparan ditinggal kedua orangtuanya. Jika mati bagaimana? Jika mereka hidup, rumah kita menjadi rumah tikus!” kata istri.

Lalu kami melakukan pencarian besar-besaran. Bagian-bagian tersembunyi di rumah kami diobrak-abrik, namun bayi-bayi tikus tidak ketemu. Bayi-bayi itu juga tidak terdengar lagi bunyinya. “Mungkin ada di para-para. Tapi bagaimana naiknya?” katanya.

“Nunggu Pak Man kalau ambil sampah siang,” kata istri. Ketika Pak Man hendak mengambil sampah di depan rumah, Bi Nyai minta kepadanya untuk naik ke para-para mencari bayi-bayi tikus.

“Di sebelah mana, Bu?” tanya Pak Man.

“Tadi hanya terdengar di dapur saja. Mungkin di atas dapur atau di sekitar situ,” jawab istri.

Sekitar setengah jam kemudian Pak Man berteriak dari para-para bahwa bayi-bayi tikus itu ditemukan. Ia membawa bayi-bayi itu di kedua genggaman tangannya sambil menuruni tangga.

“Ada lima, Bu. Satu bayi sudah mati, yang lain sudah lemas. Lihat, napas mereka sudah tersengal-sengal.”

Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.

“Bunuh dan buang ke tempat sampah, Pak Man,” kata istri saya.

“Ah, jangan, Bu. Saya mau bawa pulang,” jawab Pak Man sambil meringis.

“Mau memelihara tikus?” tanya istri heran.

“Ah ya tidak, Bu. Bayi-bayi tikus ini bisa dijadikan obat kuat,” jawab Pak Man.

“Obat kuat? Bagaimana memakannya?”

“Ya, telan begitu saja. Bisa juga dicelupkan ke kecap lebih dulu.”

Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong menyaksikan Pak Man memasukkan keempat bayi tikus itu ke kantong celananya, sedangkan seekornya lagi dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak sampahnya.

Tikus-tikus tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Mereka selalu mengikuti manusia dan memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi beberapa orang, terutama perempuan, tikus-tikus ini sangat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan tikus ini tidak akan pernah berakhir.

Saya masih menunggu, pada suatu hari nanti, istri saya akan terdengar lagi teriakannya oleh penampakan tikus-tikus baru.

Analisis Struktur:

  1. Abstrak:
    Tidak ada abstrak eksplisit dalam cerpen ini, cerita langsung dimulai dengan pengenalan masalah.
  2. Orientasi:
    Cerpen dimulai dengan pengenalan masalah tokoh, yaitu kehadiran tikus dalam rumah mereka yang tertutup rapat.
  3. Rangkaian Peristiwa:
    Cerpen melanjutkan dengan serangkaian upaya tokoh utama dan istrinya untuk menangkap tikus tersebut.
  4. Komplikasi:
    Bagian ini menggambarkan puncak ketegangan ketika tokoh utama berusaha menangkap tikus dengan pukul besi yang dibungkus koran.
  5. Resolusi:
    Konflik berakhir ketika tikus akhirnya berhasil ditangkap dan dihantam hingga mati.
  6. Koda:
    Komentar akhir dari penulis bahwa perang melawan tikus tidak akan pernah berakhir, manusia harus selalu waspada.

Tips Membuat Cerpen

Menulis cerpen yang baik membutuhkan keterampilan dan teknik tertentu. Berikut beberapa tips yang bisa membantu kamu dalam menulis cerita pendek:

1. Memahami Fungsi dan Unsur Cerpen

Sebelum mulai menulis, pastikan kamu memahami fungsi dan unsur-unsur cerita pendek yang telah kita bahas sebelumnya. Ini akan membantu kamu dalam merencanakan cerita yang koheren dan menarik.

2. Membuat Kerangka Cerita

Sebelum mulai menulis, buatlah kerangka cerita yang mencakup tema, tokoh, latar, dan alur cerita. Kerangka ini akan menjadi panduan kamu dalam menulis dan memastikan semua elemen penting tercakup.

3. Menulis dan Merevisi Cerpen

Setelah kerangka selesai, mulailah menulis cerpen dengan mengikuti kerangka yang telah dibuat. Setelah selesai, jangan lupa untuk merevisi dan memperbaiki cerita kamu. Perhatikan alur, karakter, dan gaya bahasa yang digunakan.

Kesimpulan

Cerpen adalah bentuk karya sastra yang menarik dan menantang untuk ditulis. Dengan memahami pengertian, struktur, unsur, dan fungsinya, kamu bisa menciptakan cerpen yang memukau pembaca.

Menulis cerpen juga membutuhkan latihan dan ketekunan, jadi jangan ragu untuk terus mencoba dan mengembangkan keterampilan menulis kamu. Selamat menulis!

  • Gramedia.com. Pengertian Cerpen: Struktur, Fungsi, Ciri, Unsur dan Contoh Cerpen
  • Ruangguru.com. Cerpen: Pengertian, Ciri, Unsur, Jenis, Struktur & Contoh
  • Brainacademy.id. Memahami Cerpen: Pengertian, Struktur, Jenis dan Ciri-Ciri
  • Ilustrasi oleh Unsplah.com